blog

blog

Senin, 06 Januari 2014

Feature-Tugas Pribadi-Perjalanan Hidup Zaini Abdullah



Perjalanan Hidup Zaini Abdullah

Di sebuah daerah di kabupaten Pidie, tepatnya Beureunun lahirlah seorang putra Aceh bernama Zaini 73 tahun yang lalu. Dia adalah anak dari seorang tokoh di wilayah tersebut, yaitu Abdullah Hanafiah, seorang ulama yang juga ikut serta dalam gerakan DI/TII bersama dengan Daud Beureueh. Dan sekarang jiwa perjuangan ayahnya itu juga mengalir didalam darahnya sehingga bisa membuatnya menjadi pemimpin Aceh sekarang.
Siapa yang tak kenal dengan  Zaini Abdullah, orang yang tak asing lagi bagi rakyat Aceh yang  merupakan Mantan Mentri Luar Negeri Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ini memulai pendidikannya di Sekolah Rakyat di Beureunun, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di Sigli dan selanjutnya ia bersekolah di Sekolah Menengah Atas Kutaradja atau yang sekarang dikenal dengan Banda Aceh. Dan kemudian melanjutkan pendidikannya di bidang kedokteran USU.
Pada tahun 1976 ketika Hasan Tiro memproklamirkan GAM, zaini yang saat itu berstatus sebagai seorang dokter langsung bergabung dengan gerakan yang berjuang menentang kesewenang-wenangan pemerintah pusat terhadap Aceh. Keterlibatannya pria kelahiran 24 April 1940 silam ini dikarenakan kecintaannya kepada daerah kelahirannya. Konsep yang diciptakan oleh Hasan Tiro mengenai kemerdekaan dan kesejahteraan Aceh begitu melekat didalam jiwanya.
Ada banyak rintangan dan cobaan yang dihadapi Zaini ketika bergabung dengan GAM. Ia terus diburu, foto-fotonya disebar ke seluruh pelosok. Tak ada jalan lain yang dapat dilakukan sehingga dia harus tinggal di hutan hingga berbulan-bulan lamanya dan aparat keamanan sama sekali tidak mengetahui keberadaannya. 
Pada tahun 1981, Zaini memilih untuk hijrah ke luar negeri karena kondisi Aceh semakin tak memungkinkan akibat operasi militer yang digelar pemerintah RI di Aceh dan juga  kepergiannya ke luar negeri karena  ingin membangun diplomasi internasional untuk mengkampanyekan kesewenang-wenangan pemerintah RI di Aceh.
Akhirnya setelah pergi secara diam-diam, ia akhirnya sampai di Singapura bersama dengan rekan-rekan seperjuangannya. Di sana ia menuju kerumah Perdana Menteri GAM Malik Mahmud di Bukit Timah. Setelah itu ia berangkat ke Swedia dengan menggunakan paspor Palang Merah Internasional. Ketika tiba di Swedia yang saat itu tengah musim gugur zaini tinggal di tempat pengungsian di Revieden, 100 kilometer kota Stockholm, Ibukota Swedia selama satu bulan.
Walaupun dimasa yang sulit keinginannya untuk menjadi seorang dokter tidak pernah dilupakannya. Di Swedia, tepatnya di Nordsborg, Zaini bekerja sebagai seorang dokter umum. Sebelumnya, ia harus belajar bahasa Swedia di Universitas Upsula, dengan tugas utama belajar bahasa kedokteran dan melanjutkan pendidikan spesialis ‘Family Doctor’ di Karolinska Universitets Sjukhus Huddinge, di  Stockholm, Swedia.
Ia berkali-kali menjadi juru runding ketika Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka duduk satu meja untuk membahas perdamaian di Aceh. Termasuk, perundingan lima tahap yang difasilitasi Presiden Martti Ahtisaari dari Crisis Management Initiative di Helsinki, Finlandia dan juga perundingan pertama antara pemerintah RI dengan GAM yang dilakukan di Tokyo.
Pada 15 Agustus 2005, MoU (Memorandum of Understanding) ditandatangani oleh GAM dan pemnerintah RI. Kedua belah pihak mencapai kata sepakat untuk mengakhiri konflik yang menewaskan tak kurang dari 15.000 jiwa. Zaini lantas kembali ke Aceh dan menjadi warga negara Indonesia. Ia masih bercita-cita melanjutkan perjuangan, mensejahterakan rakyat Aceh. “Orang Aceh harus bekerja giat membangun masa depan Aceh, dan sanggup bersaing di tingkat internasional.”
Pada pilkada 2012 ia memutuskan melakukan perjuangan dengan mencalonkan diri sebagai gubernur berpasangan dengan Muzakir Manaf yang diusung oleh Partai Aceh dan memenangkan pemilu untuk periode 2012-1017. Banyak kritik yang datang di masa kepemimpinannya akibat rasa kurang puas dari rakyat Aceh setelah kini ia menjabat sebagai Gubernur Aceh  setelah satu tahun. Seperti dalam rencananya untuk membuka 1,2 juta hektar hutan yang dilindungi untuk dipakai pertambangan, perkebunan sawit, jalanan, dan penebangan kayu. Tidak ada yang tahu apakah dengan masa kepemimpinan yang tinggal 4 tahun lagi bisakah Zaini memperjuangkan Aceh agar menjadi provinsi yang lebih makmur dan sejahtera seperti yang dicita-citakannya dulu atau mungkin akan menjadi lebih buruk daripada masa pemerintahan sebelumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar