Perjalanan
Hidup Zaini Abdullah
Di sebuah daerah di kabupaten Pidie, tepatnya Beureunun
lahirlah seorang putra Aceh bernama Zaini 73 tahun yang lalu. Dia adalah anak
dari seorang tokoh di wilayah tersebut, yaitu Abdullah Hanafiah, seorang ulama
yang juga ikut serta dalam gerakan DI/TII bersama dengan Daud Beureueh. Dan
sekarang jiwa perjuangan ayahnya itu juga mengalir didalam darahnya sehingga
bisa membuatnya menjadi pemimpin Aceh sekarang.
Siapa yang tak kenal dengan
Zaini Abdullah, orang yang tak asing lagi bagi rakyat Aceh yang merupakan Mantan Mentri Luar Negeri Gerakan
Aceh Merdeka (GAM) ini memulai pendidikannya di Sekolah Rakyat di Beureunun,
kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di Sigli dan selanjutnya ia
bersekolah di Sekolah Menengah Atas Kutaradja atau yang sekarang dikenal dengan
Banda Aceh. Dan kemudian melanjutkan pendidikannya di bidang kedokteran USU.
Pada tahun 1976 ketika Hasan Tiro memproklamirkan GAM, zaini
yang saat itu berstatus sebagai seorang dokter langsung bergabung dengan
gerakan yang berjuang menentang kesewenang-wenangan pemerintah pusat terhadap
Aceh. Keterlibatannya pria kelahiran 24 April 1940 silam ini dikarenakan
kecintaannya kepada daerah kelahirannya. Konsep yang diciptakan oleh Hasan Tiro
mengenai kemerdekaan dan kesejahteraan Aceh begitu melekat didalam jiwanya.
Ada banyak rintangan dan cobaan yang dihadapi Zaini ketika
bergabung dengan GAM. Ia terus diburu, foto-fotonya disebar ke seluruh pelosok.
Tak ada jalan lain yang dapat dilakukan sehingga dia harus tinggal di hutan
hingga berbulan-bulan lamanya dan aparat keamanan sama sekali tidak mengetahui
keberadaannya.
Pada tahun 1981, Zaini memilih untuk hijrah ke luar negeri
karena kondisi Aceh semakin tak memungkinkan akibat operasi militer yang
digelar pemerintah RI di Aceh dan juga kepergiannya ke luar negeri karena ingin membangun diplomasi internasional untuk
mengkampanyekan kesewenang-wenangan pemerintah RI di Aceh.
Akhirnya setelah pergi secara diam-diam, ia akhirnya sampai
di Singapura bersama dengan rekan-rekan seperjuangannya. Di sana ia menuju
kerumah Perdana Menteri GAM Malik Mahmud di Bukit Timah. Setelah itu ia
berangkat ke Swedia dengan menggunakan paspor Palang Merah Internasional.
Ketika tiba di Swedia yang saat itu tengah musim gugur zaini tinggal di tempat pengungsian
di Revieden, 100 kilometer kota Stockholm, Ibukota Swedia selama satu bulan.
Walaupun dimasa yang sulit keinginannya untuk menjadi seorang
dokter tidak pernah dilupakannya. Di Swedia, tepatnya di Nordsborg, Zaini
bekerja sebagai seorang dokter umum. Sebelumnya, ia harus belajar bahasa Swedia
di Universitas Upsula, dengan tugas utama belajar bahasa kedokteran dan
melanjutkan pendidikan spesialis ‘Family Doctor’ di Karolinska Universitets
Sjukhus Huddinge, di Stockholm, Swedia.
Ia berkali-kali menjadi juru runding ketika Pemerintah
Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka duduk satu meja untuk membahas perdamaian di
Aceh. Termasuk, perundingan lima tahap yang difasilitasi Presiden Martti
Ahtisaari dari Crisis Management Initiative di Helsinki, Finlandia dan juga perundingan
pertama antara pemerintah RI dengan GAM yang dilakukan di Tokyo.
Pada 15 Agustus 2005, MoU (Memorandum of Understanding)
ditandatangani oleh GAM dan pemnerintah RI. Kedua belah pihak mencapai kata
sepakat untuk mengakhiri konflik yang menewaskan tak kurang dari 15.000 jiwa.
Zaini lantas kembali ke Aceh dan menjadi warga negara Indonesia. Ia masih
bercita-cita melanjutkan perjuangan, mensejahterakan rakyat Aceh. “Orang Aceh
harus bekerja giat membangun masa depan Aceh, dan sanggup bersaing di tingkat
internasional.”
Pada pilkada 2012 ia memutuskan melakukan perjuangan dengan mencalonkan
diri sebagai gubernur berpasangan dengan Muzakir Manaf yang diusung oleh Partai
Aceh dan memenangkan pemilu untuk periode 2012-1017. Banyak kritik yang datang
di masa kepemimpinannya akibat rasa kurang puas dari rakyat Aceh setelah kini
ia menjabat sebagai Gubernur Aceh
setelah satu tahun. Seperti dalam rencananya untuk membuka 1,2 juta
hektar hutan yang dilindungi untuk dipakai pertambangan, perkebunan sawit,
jalanan, dan penebangan kayu. Tidak ada yang tahu apakah dengan masa
kepemimpinan yang tinggal 4 tahun lagi bisakah Zaini memperjuangkan Aceh agar
menjadi provinsi yang lebih makmur dan sejahtera seperti yang dicita-citakannya
dulu atau mungkin akan menjadi lebih buruk daripada masa pemerintahan
sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar