blog

blog

Selasa, 07 Januari 2014

Contoh Reportase Investigasi-Tugas kelompok-Investigasi Tempo Dan Kemarahan Aremania


Liputan Utama Tempo tentang aib sepakbola Indonesia. Dipuji dan dimaki. Laporan utama sekaligus investigasi Majalah Tempo tentang buruk rupa sepakbola Indonesia bak pisau bermata dua. Banyak dipuci karena membeberkan fakta terselubung, tapi juga dicaci kelompok pendukung tim yang merasa dilecehkan. Majalah Tempo edisi 24-30 Januari menjadi trending topic di kalangan supporter sepakbola Indonesia. Gerakan Anti Nurdin Halid yang semakin mengemuka pasca kongres tahunan PSSI dan menjelang pemilihan Ketua Umum PSSI 2011-2015 seperti mendapat angin segar dengan terbitnya majalah yang memasang gambar sampul bertuliskan “KORUPSSI, Priiit…! Banyak sandiwara di lapangan bola.” –seolah menyindir penyelewengan berat di kubu induk organisasi sepakbola Indonesia itu.

Beberapa twit berseliweran di antara para aktivis “reformasi” sepakbola Indonesia untuk menyambut baik sekaligus mempromosikan tema investigasi majalah berita mingguan ini. Ada juga yang menyatakan kalau di beberapa lapak majalah Tempo edisi ini begitu cepat sold-out alias laku keras di pasaran.
Tapi, tak semua menyambut bungah, salah satunya yakni Aremania, kelompok pendukung Arema Indonesia. Mereka berang karena juara Liga Super musim 2009/2010 milik Arema dianggap sebagai ‘hadiah’ dari pengurus PSSI yang memiliki hubungan dekat dengan klub berlogo kepala singa itu. Melalui milis arema@yahoogroups.com, Teguh Handoyo, salah seorang anggota kelompok pendukung tim sepakbola yang pernah mendapat predikat “the best supporter” di Indonesia itu menuliskan keberatan lengkapnya”:

Kepada: Yth. Pimpinan Redaksi Majalah Tempo
Saya sebagai Aremania dan pendukung kemajuan sepak bola nasional merasa senang dengan pemberitaan Tempo edisi 24-30 Januari 2011 yang mengulas tentang persepakbolaan kita. Namun ada beberapa hal yang mesti diluruskan dalam pemberitaan tersebut karena kurang/tidak sesuai dengan fakta yang terjadi, antara lain:
1. Kedekatan Arema dan Nirwan Bakrie, hal ini memang benar adanya namun tidak seperti yang dicitrakan dalam tulisan tesrsebut. Nirwan memang dekat dengan semua klub Galatama waktu itu termasuk membantu secara finansial (di antaranya adalah Arema), dan Arema tidak mendapatkan keistimewaan dalam hal yang menyangkut pertandingan. Juara edisi 1992-1993 diperoleh dari hasil perjuangan berat.

2. Pertandingan Arema vs Persebaya di Malang. Tidak ada bonek di dalam stadion seperti yang diberitakan. Proses terjadinya gol memang lewat penalti yang di dapatkan karena M. Ridhuan terjatuh dalam kotak 16 meski hanya sedikit bergesekan dengan bek Persebaya. Namun saat itu posisi wasit di belakang kedua pemain dan secara sekilas terlihat seperti pelanggaran. Komentator di TV juga berpendapat sama dengan wasit sampai saat kemudian ada replay kejadian tersebut (hasil replay tidak/belum bisa dijadikan justifikasi pengambilan keputusan dalam sepak bola).

3. Arema vs Persiwa di Wamena. Tudingan bahwa Arema melakukan suap juga dilontarkan oleh pelatih Persija (waktu itu) Benny Dollo, dan dijawab Aremania dengan mengadakan nonton bareng rekaman pertandingan di Wamena yang difasilitasi oleh sebuah koran lokal di Malang. Disitu terbukti bahwa Arema menang dengan bersih. Mengenai Manajemen Arema meminta bahwa pertandingan tersebut dikawal agar berjalan dengan fair, saya rasa hal itu wajar mengingat berulangkalinya kejadian “aneh bin ajaib” setiap Persiwa bermain di kandang.

4. Arema vs Persija. Seluruh dunia juga tahu bila skor akhir adalah 5-1 untuk kemenangan Arema, bukan 2-1 seperti yang dituliskan, dan Benny Dollo menolak melakukan press conference karena terlanjur malu.

5. Apabila ada beberapa nama yang dulu turut membidani lahirnya Arema, itu adalah hak dan rezeki dia. Arema tidak mendapatkan fasilitas khusus, bahkan terlalu sering di-dzolimi oleh PSSI. Aremania jugalah yang berada di garda depan dan meneriakkan Revolusi PSSI.

6. Kontributor majalah Tempo di Malang (Abdi Purnomo) sepertinya perlu dipertanyakan kredibilitasnya karena banyaknya informasi yang tidak akurat dan menggiring opini negatif para pembaca.

7. Bapak Pemimpin Redaksi yang terhormat, Arema tidaklah suci dan sempurna. Namun kami juga tidak seburuk dan sekotor yang digambarkan dalam tulisan anda. Saya menulis surat keberatan ini dengan tujuan agar pembaca dapat memperoleh informasi yang utuh, akurat, dan tidak sepotong-potong sehingga menjadi multitafsir. Semoga majalah Tempo dapat terus berkarya.

Aremania, salah satu supporter terbaik di Indonesia. Menyikapi pemberitaan media dengan dewasa Manajemen Tempo sendiri berjanji memuat ikhwal keberatan Aremania ini sebagai Surat Pembaca pada edsi berikutnya. Selain dari Aremania, surat klarifikasi ke Tempo dan ditembuskan milis arema juga dikirim oleh media officer Arema Indonesia, yang berbunyi: Sehubungan dengan pemberitaan Majalah Tempo Edisi 24-30 Januari 2011 dengan judul Korupssi Priit…! Banyak sandiwara di lapangan bola. Maka kami dari
Departemen Media Officer PT Arema Indonesia perlu meluruskan sejumlah informasi yang keliru, dan bila dibiarkan atau tidak dibeikan klarifikasi justmenimbulkan fitnah dan tidak sesuai dengan fakta apalagi menurut kami tidak
disajikan secara berimbang (cover both side). Utamanya dalam rubrik Tempo Investigasi. Beberapa informasi yang disajikan Tempo yang kami anggap keliru dan perlu di luruskan diantaranya :

1. Halaman 55 kolom ketiga alinea 4, ditulis Stadion seakan segera meledak. Teriakan dan nyanyian puluhan ribu suporter kedua kesebelasan memecahkan telinga. Minggu ketiga Februari tahun lalu itu. Persebaya Surabaya bertamu ke kandang Arema di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur dalam kompetisi Liga Super. Aremania dan Bonek “bertempur” adu keras suara, memberi semangat kedua tim yang menyerang silih berganti.

2. Halaman 57 kolom ketiga alinea 3-4, ditulis “Persiwa Wamena ini tim aneh, karena selalu mendapat penalti di menit-menit akhir,” kata Pelatih Arema, Robert Alberts, sebelum berangkat ke Papua. Gol ajaib akibat keputusan wasit yang ganjil memang kerap terjadi pada pertandingan Liga Super di Papua. Walhasil Arema seperti menjalani misi mustahil. Pemain Arema juga “terteror” insiden kasar dalam pertandingan dua pekan sebelumnya di Wamena. Pemain-pemain Persiwa tak hanya mengalahkan Persisam Samarinda dengan satu gol, tapi juga memukuli enam pemain Persisam.

3. Halaman 58 kolom pertama alinea 2, ditulis “Sepertinya PSSI memang memberi kesempatan kepada Arema untuk juara musim lalu,” ujar Jhon bersungut-sungut.

4. Halaman 58 kolom pertama alinea 3, ditulis Apa Rahasianya ? Arema mengaku meminta tim khusus PT Liga Indonesia memantau pertandingan di Wamena. “Kami ingin mengantisipasi semua faktor nonteknis,” kata Manajer Arema, Mujiono Mujito. “Apa salahnya menghubungi semua pihak terkait untuk berjaga-jaga? “. Artinya, Arema memang justru ketika pertandingan tidak diganggu keanehan macam-macam.

5. Halaman 58 kolom dua alinea 1,ditulis Menurut sumber Tempo, kejadian di Wamena itu indikasi bahwa Arema memang “dikawal” petinggi PSSI. Di Liga Super dan divisi-divisi di bawahnya memang sudah jamak dikenal pentingnya sebuah klub membeli “pengawalan” khusus dari “bapak asuh”. Biasanya mereka adalah petinggi PSSI.

6. Halaman 59 kolom satu alinea 1, ditulis Singkat cerita, pada Mei 2010, setelah bermain imbang 1-1 dengan PSPS Pekanbaru, Arema resmi menjadi juara. Ribuan suporter Aremania membanjiri pertandingan teakhir arema di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan Jakarta. Disana Arema menghempaskan Persija 2-1. Lengkap sudah kesaktian tim Singo Edan.

7. Halaman 59 kolom satu alinea 3, ditulis Arema pun kelimpungan. apalagi orang-orang Bentoel di Arema mundur satu persatu. Darjoto Setyawan, Ketua Yayasan Arema dan Gunadi Handoko, Direktur Utama PT Arema, mengundurkan diri. Berbagai penyelamatan pun dicoba. Mereka bahkan pernah menjajaki merger dengan klub sepupunya, Persema Malang. Tapi gagal.

8. Halaman 59 kolom dua alinea 3, ditulis Sumber Tempo di dalam manajemen Arema membenarkan adanya bantuan Bakrie. “Jumlahnya lebih dari Rp 7 miliar,” katanya.

9. Halaman 59 kolom tiga alinea 1, ditulis Arema melanggang Gelontoran dana Rp 4,5 miliar untuk Arema dari Ijen Nirwana-pesuahaan pengembang perumahan milik Grup Bakrie-di awal musim ini mempertegas kedekatan antara Arema dan Keluarga Bakrie.

10. Halaman 61 kolom satu alinea 1, ditulis Laporan Keuangan mereka tidak memenuhi standar akuntansi, sekadar pakai program Microsoft Excel yang bisa dihapus dan diubah siapa saja sehingga kesahihannya diragukan. Laporan keuangan PSMS Medan dan Arema Indonesia masuk kategori ini.
Dari tulisan yang kami rinci di atas, perlu kami luruskan dan klarifikasi, temasuk penilaian kami terhadap keseimbangan berita sebagai syarat mutlak dalam proses jurnalistik, agar diperoleh informasi yang berimbang dan akurat. Adapun klarifikasi dari kami :

1. Pertandingan Arema vs Persebaya di ISL 2009/2010 digelar pada hri Minggu 21 Februari 2010 di Stadion Kanjuruhan. Jajaran kepolisian Malang Raya melarang kehadiran suporter Persebaya ke Malang untuk menjaga kondusifitas, selain saat itu pendukung Persebaya terkena sanksi Komisi Disiplin PSSI, tidak diperbolehkan mendampingi timnya selama bertanding di luar Surabaya selama empat tahun. Ketua Panpel Arema Indonesia, Abriadi juga telah melakukan kordinasi dengan tim Persebaya, saat melakukan tehnical meeting sehari sebelum pertandingan di Kantor Arema, Jl Sultan Agung, hadir pula jajaran perangkat pertandingan dan jajaran kepolisian memastikan informasi ketidak hadiran pendukung Persebaya, karena intruksi dari jajaran kepolisian, juga adanya sanksi dari Komdis. Karena itu, fakta di Stadion Kanjuruhan saat itu, tidak ada kehadiran pendukung Persebaya. Kami akan mengirimkan bukti video rekaman pertandingan Arema Indonesia vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan pada 21 Februari 2010 sebagai bahan kajian redaksi Tempo.

2. Perlu diluruskan, dalam proses jurnalistik unsur when dan who perlu dikesinambungkan. Robert Alberts, saat tulisan ini dimuat sudah tidak lagi menjabat sebagai pelatih Arema Indonesia, karena itu perlu ditulis Robert Alberts sebagai mantan pelatih Arema Indonesia, atau pelatih Arema Indonesia saat itu. Pertandingan melawan Persiwa di ISL 2009/2010 digelar pada 11 April 2010 di Stadion Pendidikan Wamena Papua. Skor berakhir 0-2 untuk kemenangan Arema Indonesia. Kemenangan itu hasil dari kerja keras semua yang terlibat dalam tim maupun manajemen. Sebab dipersiapkan selama tiga bulan lebih sebelum Arema Indonesia melakukan pertandingan away ke Papua. Di antaranya melakukan TC di Batu selama tujuh hari, dua minggu sebelum keberangkatan ke Wamena, tujuannya untuk beradaptasi dengan cuaca di Wamena yang cenderung dingin. Memantau setiap pertandingan Persiwa, baik saat home maupun away melalui dokumentasi video. Mengumpulkan data tentang menit-menit gol yang diciptakan Persiwa untuk mengantisipasi kelemahan yang dimiliki Arema Indonesia, termasuk memprogram keberangkatan tim empat hari sebelum pertandingan, dengan melakukan penerbangan transit ke Makassar selama satu hari dengan tujuan agar masa recovery pemain cukup. Perlu diluruskan pula, tim Arema Indonesia tidak merasa terteror dengan kejadian yang menimpa tim lain, terbukti saat itu Arema berangkat dengan pemain-pemain inti. Seharusnya ada konfirmasi dari perwakilan pemain Arema Indonesia terkait informasi tersebut.

3. Akan lebih berimbang, bila ada pernyataan resmi atau konfirmasi terkait statemen tersebut kepada mantan jajaran pelatih, manajemen atau pemain Arema Indonesia yang menjadi saksi pertandingan itu. Dalam kesempatan inipula, kami mengirim dokumentasi rekaman pertandingan Persiwa vs Arema Indonesia di ISL 2009/2010 di Stadion Pendidikan untuk menjadi bahan kajian redaksi Tempo.

4. Sekali lagi untuk memenuhi unsur jurnalistik utamanya pada unsur when dan who, saat ini Mujiono Mujito, pada kepengurusan Arema Indonesia pada ISL 2010/2011 sudah tidak menjabat sebagai Manajer Arema Indonesia. Kami sampaikan saat lawan tim ke Wamena, Mujiono Mujito tidak ikut serta mendampingi tim, karena alasan kesibukan di luar Arema Indonesia. Ada kesan kuat, opini diarahkan agar pembaca memahami kalimat nonteknis yang disampaikan narasumber Mujiono Mujito cenderung ke arah materi. Padahal, non teknis yang diantisipasi Arema Indonesia saat lawatan ke Papua, yakni faktor transportasi yang jauh,
kondisi medan yang berpengaruh terhadap kebugaran pemain, karena kami menganggap hasil kajian manajemen tim, kenapa tim-tim lain gagal meraih poin di Papua, karena sebagian besar faktor kelelahan. Karena itu dalam penyusunan program ke Wamena, faktor kelelahan ini menjadi bahan kajian. Karena itu kami sampaikan, kemenangan di Wamena pada ISL 2009/2010 karena hasil kerja keras tim bersama manajemen.

5. Informasi tidak seimbang, tidak ada statemen resmi dari Arema Indonesia untuk menyeimbangkan informasi yang disajikan. Ada kesan kalimat “dikawal”, “pengawalan” , dan “bapak asuh” menggiring opini pembaca ke arah negatif, bukan atas dasar statemen seorang narasumber. Sebab, indikasi kalimat “dikawal”, tidak tegas di sampaikan narasumber. Kalimat ini menggiring ke opini negatif terhadap kemandirian Arema Indonesia yang selama ini berjalan dengan tiga pilar kemandirian yakni dari ticketing, sponsorship dan merchandise. Dalam konteks organisasi sepak bola, Arema Indonesia merupakan anggota PSSI, sudah selayaknya bila PSSI melakukan pembinaan terhadap klub-klub sepak bola yang menjadi anggotanya.

6. Pertandingan Persija vs Arema Indonesia di ISL 2009/2010 digelar pada Minggu 30 Mei 2010 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Jakarta. Pertandingan berakhir 1-5 untuk kemenangan Arema Indonesia, akan kami kirimkan pula video rekaman Persija vs Arema Indonesia, 30 Mei 2010 sebagai bahan kajian redaksi Tempo.

7. Fakta kronologis yang disampaikan tidak runtut. Pengelolaan Arema Indonesia dari Bentoel ke Konsorsium ditandatangani pada 3 Agustus 2009. Dalam jajaran direksi PT Arema Indonesia, saat itu Direktur Utama PT Arema Indonesia dijabat Gunadi Handoko. Sedangkan Darjoto Setiawan, mundur dari Ketua Yayasan Arema pada 8 September 2009, dan Gunadi Handoko resmi mundur dari jabatan Direktur PT Arema Indonesia pada 9 Maret 2010, setelah kurang lebih 7 bulan turut mengelola Arema Indonesia. Sedangkan wacana merger dengan Persema kami membenarkan muncul jauh sebelum pengelolan di serahkan ke Konsorsium pada Agustus 2009. Jadi, faktanya bukan muncul setelah Darjoto Setiawan dan Gunadi Handoko
mengundurkan diri.

8. Informasi sangat tidak berimbang, karena tidak ada konfirmasi ke Manajemen PT Arema Indonesia, selayaknya informasi kendati didapat dari narasumber yang enggan disebutkan jati dirinya, tetap ada konfirmasi kepada pihak resmi Manajemen PT Arema Indonesia, informasi itu tidak benar. PT Arema Indonesia murni menjalin kerjasama sponsorship dengan Perumahan Ijen Nirwana Residence, kerjasama di teken sekaligus launching sponsorship pada 14 Nopember 2010, nilai kerjasama total Rp 4,5 miliar.

9. Hubungan PT Arema Indonesia dengan Ijen Nirwana Residence murni kerjasama sponsorship. PT Arema Indonesia memberikan kompensasi atau benefit yang layak sebagai media promosi pihak Ijen Nirwana Residence.

10. Tidak ada konfirmasi resmi ke Departemen Keuangan PT Arema Indonesia terkait informasi tersebut. Tidak benar, sistem keuangan yang ditulis Tempo, sebab PT Arema Indonesia sudah menggunakan sistem keuangan yang memiliki akuntabilitas yang menunjang. Dalam pemberitaan, tidak disampaikan indikator bukti sebuah laporan keuangan, hanya didasarkan dari laporan keuangan menggunakan program Microsoft Excel, jadi data indikator Laporan Keuangan berdasarkan sistem akuntansi yang ditulis Tempo masih sangat dangkal. 

Demikian surat klarifikasi ini kami sampaikan. Besar harapan kami, dapat diambil pelajaran berharga dari pemberitaan tentang kami ini. Kami menyadari pula bahwa kami juga pernah khilaf, namun lebih bijaksana bila khilaf itu diperbaiki dengan belajar dan terus belajar. Kami sangat terbuka dengan kritik, saran dan masukan. Ke depan kami juga berharap, agar Tempo sebagai media yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi dari para pembacanya atas berita yang disajikan, juga membekali dan belajar awak redaksinya dengan memberikan pemahaman teknis sepak bola, agar mampu menilai setiap pertandingan murni dari sisi teknisnya, agar mampu memberikan apresiasi atau penghargaan atas kerja keras awak tim sepak bola, bukan menyajikan fitnah atau berita tidak benar, apalagi menyangkut teknis sepakbola. Arema Indonesia menjadi klub yang sejak awal dibangun dengan kemandirian, karena itu kita merasa masih ingin terus belajar agar menjadi modern dan profesional.
Sabtu, 29 Januari 2011
Salam Satu Jiwa, Arema Indonesia
Sudarmaji, Media Officer PT Arema Indonesia
Perayaan Arema Juara Liga Super 2010. Bukan karena hadiah. (foto by wearemania.net)
Tapi, cerita belum selesai. Merasa namanya disebut-sebut, Abdi Purmono, koresponden Tempo di Malang yang juga berkontribusi pada tulisan investigasi itu, buka suara. Abel, begitu panggilan jurnalis yang lama meliput di dunia persepakbolaan Malang itu, menulis catatan di Facebooknya berjudul “Surat Terbuka kepada Aremania”.
“Saya tidak ikut milis Arema, jadi saya berharap surat terbuka ini dapat dibaca untuk menjelaskan bagaimana posisi saya sebenarnya dalam pembuatan laporan investigasi itu,” kata Abel melalui sambungan telepon kepadaMedia Independen. Ia menegaskan, sampai saat ini tidak berada dalam posisi terancam, terkait dengan pemberitaan yang menimbulkan murka Aremania itu.
“Saya berterimakasih atas simpati sebagian Aremania dan juga jurnalis di Malang yang mengkhawatirkan keselamatan saya. Tapi, sejauh ini saya baik-baik saja,” kata pria lulusan perguruan tinggi di Sumatera Utara itu.
Selengkapnya, surat terbuka Abel berbunyi demikian:
Salam satu jiwa!
Kawan-kawan Aremania sak ndunyo, tolong dibaca dengan baik-baik, teliti, dan penuh kesabaran agar duduk perkara yang sebenarnya dapat dipahami dengan berimbang dan adil. Prinsip saya: kita sama-sama belajar dari masalah ini dengan bijak dan penuh kerendahan hati.
Di Facebook saya menulis identitas saya sebagai orang yang “Masih belajar membaca, menulis, dan memotret. There’s no angel in the world.” Saya senang belajar dari siapa pun. Sekitar 30-an tahun lalu, saya tahu dasar-dasar catur dari anak SD kelas 3. Anak SD ini cucu guru mengaji saya, juga adik kelas di madrasah ibtidaiyah di Kota Medan. Maaf, jadi sedikit bernostalgia…
Saya sangat bisa berempati (bukan sekadar bersimpati) terhadap posisi dan perasaan nawak-nawak Aremania setelah muncul laporan investigasi majalah TEMPO edisi 24-30 Januari 2011 soal suap di jagat persepakbolaan kita, dengan sampul berjudul “KORUPSSI, Priiit…! Banyak sandiwara di lapangan bola.”
Tiga kali saya membaca laporan itu agar saya tak salah atau asal-asalan memahaminya. Setelah membacanya, saya merasa agak malu dan makin memahami mengapa kemudian Aremania protes, mulai protes halus sampai kasar (ada yang pakai mengancam segala), mulai dari yang pakai otak sampai yang asal celometan.

Lima poin sanggahan yang ditulis oleh Mas Teguh R. Handoyo dan disampaikan ke Pemimpin Redaksi Majalah TEMPO pada Selasa, 25 Januari 2011, sudah proporsional. Satu poin lagi (tepatnya di poin keenam) ditulis begini: Kontributor majalah Tempo di Malang (Abdi Purnomo) sepertinya perlu dipertanyakan kredibilitasnya karena banyaknya informasi yang tidak akurat dan menggiring opini negatif para pembaca.
Sedangkan isi poin ketujuh: Bapak Pemimpin Redaksi yang terhormat, Arema tidaklah suci dan sempurna. Namun kami juga tidak seburuk dan sekotor yang digambarkan dalam tulisan Anda.
Mas Teguh sudah memberikan contoh sangat baik dan berharga tentang bagaimana seharusnya persoalan pemberitaan diselesaikan dengan cara yang beradab dan elegan, yakni dengan menggunakan hak jawab dan hak koreksi. Kedua hak itu diatur dan dilindungi dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Tepatnya di Pasal 1 (ayat 11, 12, dan 13), Pasal 5 (ayat 2 dan 3), yang mewajibkan pers melayani hak jawab dan hak koreksi. Kalau kedua hak ini tidak dilayani, maka perusahaan pers dikenakan pidana denda sebesar Rp 500 juta.

Kewajiban wartawan untuk melayani hak jawab dan hak koreksi itu juga disebutkan dalam Pasal 11 Kode Etik Jurnalistik: wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.Insya Allah, majalah TEMPO akan memuat utuh surat Mas Teguh pada edisi terbaru yang terbit tiap Senin (31 Januari 2011). “Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan,” demikian bunyi ayat 13 Pasal 1 UU Pers.

Apa yang dilakukan Mas Teguh semoga ditiru Aremania dan komunitas suporter lainnya jika menghadapi masalah serupa dengan media massa mana pun. Arema dan Aremania sudah menjadi salah satu ikon dan aset paling berharga bagi dunia persepakbolaan kita.

Nawak-nawak Aremania, saya bukan penulis laporan itu. Dalam susunan redaksi Tim Investigasi Suap Sepak Bola, saya bersama 12 rekan koresponden lain (Palangkaraya, Surabaya, Denpasar, Wamena, Samarinda, Bandung, Kediri, Yogyakarta, Solo, Bojonegoro, Makassar, dan Jakarta) hanya tercatat sebagai penyumbang bahan. Ini jelas tertulis di edisi cetak majalah TEMPO, bukan versi online-nya. Saya ini laksana prajurit dalam satu regu patroli militer.

Di atas para penyumbang bahan ada penanggung jawab, kepala proyek, penyunting, dan penulis. Beginilah urutan personel dalam tim dari atas ke bawah. Tim inilah yang mengolah seluruh bahan (biasa diistilahkan sebagai bahan belanjaan) dengan menempuh banyak tahap atau prosedur. Coba bayangkan, untuk satu berita biasa di koran, misalnya, bisa melewati enam tahapan proses, apalagi untuk laporan panjang.

Pembaca tinggal membaca tanpa dikenai kewajiban untuk ikut repot dan peduli memikirkan bagaimana susahnya menggarap sebuah berita. Sebaliknya, kalau ada berita yang keliru, pembaca justru berhak mengoreksi atau membantahnya. Cara terbaiknya ya seperti yang dicontohkan Mas Teguh. Meski hanya seorang penyumbang bahan, saya sudah bekerja menurut prosedur dan standar jurnalistik. Dalam waktu dua minggu saya menghubungi 9 narasumber. Semua narasumber bukan narasumber eceran atau ecek-ecek. Mereka saya nilai memiliki kredibilitas sesuai dengan kapasitasnya masing-masing baik sebagai pelaku maupun saksi.

Tidak semua narasumber mau diungkap identitasnya dan saya wajib melindungi identitas dan keberadaannya sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 7 Kode Etik Jurnalistik. Dan tak semua keterangan dikutip karena belum tentu relevan dengan tujuan laporan dibuat.

Saya sama sekali tidak menyetor bahan laporan tentang pertandingan-pertandingan Arema berikut skor akhir pertandingannya, makanya saya kaget juga Arema disebut mengalahkan Persija Jakarta dengan skor 2-1. Padahal Arema menang telak 5-1.

Dari 5 poin sanggahan yang dibuat Mas Teguh, hanya soal peran Nirwan Dermawan Bakrie yang nyambung dengan bahan laporan yang saya kirim ke redaksi. Kisah peran Nirwan sudah lama saya ketahui langsung dari Mas Lucky alias Sam Ikul, pendiri Arema.

Saya hafal garis besar cerita pengelolaan Arema dari masa awal berdiri sampai dibantu Nirwan hingga kisah Arema sekarang. Saya menulis Nirwan membantu Arema Rp 61 juta. Bantuan diberikan setelah Arema 86 terpaksa dibubarkan pada pertengahan Juni 1987 karena kehabisan duit. Kemudian Arema 86 dihidupkan dengan nama baru: Arema.

Setelah uang diterima, Sam Ikul menguatkan status PS Arema dengan membentuk Yayasan Arema dengan akta notaris Pramu Handoyo No. 58 tanggal 11 Agustus 1987. Tanggal inilah yang sampai sekarang diperingati sebagai hari ulang tahun Arema. Sam Ikul dapat memenuhi janjinya mampu mendatangkan penonton dalam jumlah besar untuk ukuran klub baru seperti Arema. Waktu itu Persema Malang masih memiliki jumlah penonton terbanyak. Karena kinerja Arema sudah bagus di tahun pertama, Nirwan kemudian menjadi donatur alias tidak menjadi penyandang dana sepenuhnya.
Nirwan sempat pula meminjamkan gratis Bambang Nurdiansah alias Banur (kini jadi pelatih Jakarta 1928, klub peserta Liga Primer Indonesia/LPI) kepada Arema di putaran kedua kompetisi Galatama 1988-1989. Waktu itu Banur dikenal sebagai raja gol.

Nirwan dan Sam Ikul (dengan PT Putra Arema) juga berkongsi merenovasi Stadion Gajayana di masa Wali Kota Soesamto (1988-1998). Nirwan membantu hingga Arema menjadi juara Galatama XII (1992-1993).
Setelah itu manajer Arema berganti-ganti, mulai Haji Mislan, Vigit Waluyo (anak Haji Mislan), Iwan Budianto, Gandi Yogatama, sampai kemudian diambilalih PT Bentoel Prima pada Rabu, 29 Januari 2003, di Hotel Regent’s Park. Skenario pengambilalihan Arema dibahas dan diputuskan di rumah Bapak Iwan Kurniawan, bos PT Anugerah Citra Abadi di Jalan Karya Timur 52 (call sign KT-52).

Selama dipegang Bentoel, Arema tak lagi dipusingkan masalah keuangan. Bentoel mengumumkan pelepasan Arema pada Senin, 3 Agustus 2009, di Hotel Santika. (Saya bersyukur bisa ikut menghadiri kedua momen bersejarah Arema itu.)

Arema kembali sempoyongan setelah dilepas Bentoel. Masalah klasik muncul lagi: gaji pemain dan karyawan telat dibayar. Akibatnya, pemain sempat mogok latihan. Robert Alberts sempat mengancam mengundurkan diri.

Dalam kondisi genting, Nirwan kembali membantu Arema. Pada Kamis, 14 Oktober 2010, Ketua Yayasan Arema Muhammad Noer memperkenalkan sponsornya di Ijen Nirwana, perumahan elit milik Grup Bakrie. Noer mengumumkan Arema mengantongi uang sponsor sekitar Rp 11 miliar, sekitar Rp 4,5 miliar dari Ijen Nirwana. Selebihnya berasal dari Bank Saudara Rp 5 miliar, PT Mitra Pinasthika Mustika (distributor tunggal sepeda motor Honda untuk wilayah Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur) Rp 800 juta ditambah 17 unit sepeda motor senilai sekitar Rp 221 juta. Belum sebulan, pada 1 November manajemen justru mengumumkan defisit alias tekor Rp 7.136.000.000 (foto saya lampirkan). Pembayaran gaji pemain untuk tiga bulan (Agustus, November, Desember 2010) pun tertunda-tunda, sampai akhirnya kapten Pierre Njanka menyatakan hengkang pada Senin, 10 Januari 2011.

Dua hari kemudian, tepat sebelum Arema bertanding melawan tuan rumah PSPS Pekanbaru, manajemen membayarkan gaji untuk bulan November dan Desember. Dari mana duitnya? Gelap. Beberapa narasumber menyebutkan duit berasal dari pinjaman Pak Iwan dan bukan sekali ini duit Pak Iwan dipinjam Arema. Sudah jamak diketahui Pak Iwan seorang dermawan.

Saya pun bertanya pada Pak Iwan dan jawabannya berupa SMS yang saya terima pada Kamis, 20 Januari 2011, pukul 18.46 WIB. “Kalau soal Arema janganlah, Mas, karena tujuan saya bantu Arema tanpa pamrih karena setelah mendadak tidak ada sponsor dari Bentoel, Arema agak kedodoran. Jadi saya punya tanggung jawab moral saja. Lagi pula Arema merupakan komunitas yang bagus untuk persepakbolaan di Malang dan Indonesia. Gitu aja ya, Mas. Besok kita sambung lagi karena aku lagi nemenin tamu. Salam satu jiwa.”

Selama mencari dan mengumpulkan bahan laporan itu pula saya jadi tahu siapa sebenarnya pemegang saham Arema. Narasumber saya menyebutkan, setelah dilepas Bentoel, komposisi kepemilikan saham dipegang Yayasan Arema dan Sam Ikul, dengan jumlah saham 14 lembar.

Sebanyak 13 lembar saham dimiliki Yayasan Arema, dengan pengurus Muhammad Noer, Moedjiono Moedjito, dan Rendra Kresna. Sisa satu lembar saham (0,07 persen) diberikan kepada Sam Ikul sebagai penghormatan kepada sang pendiri Arema.

Nilai tiap saham Rp 1 juta. Jadi, sejak dilepas Bentoel, Arema punya saham hanya sebesar Rp 14 juta! Dan masih banyak kisah menarik dan “seram” lainnya, seperti kisah manajemen yang amburadul disertai konflik di dalamnya.

Bahan laporan yang saya kirim kemudian “dijahit” oleh redaksi, digabung dengan bahan laporan dari teman-teman saya yang lain. Kisah tentang Arema dalam laporan itu mirip kompilasi dari berita-berita yang sudah ada sebelumnya, termasuk dari berita saya untuk Tempo Interaktif dan Koran Tempo. Sebagian besar informasi dalam laporan sudah diketahui publik pencinta sepakbola.

Menurut saya, secara keseluruhan, laporan investigasi itu sudah berimbang karena ada tanggapan dari pihak-pihak yang disebut. Substansi isunya sudah menggambarkan masalah sangat besar dalam persepakbolaan kita. Kalau ada narasumber tak mau diungkap identitasnya, itu menjadi hak narasumber yang wajib dilindungi wartawan.

Saya tidak menggarap bahan laporan berdasarkan “pesan sponsor” dari pihak-pihak tertentu seperti dituduhkan beberapa Aremania kepada saya. Saya juga menolak jika disebut TEMPO telah beropini dan sengaja menyudutkan Arema. Tapi untuk hal ini biar redaksi saja yang menjelaskan. Yang jelas lagi terbaca oleh saya adalah laporan investigasi itu sama sekali tidak fokus ke konflik antara PSSI dengan konsorsium Liga Primer Indonesia.

Bagi saya, LSI dan LPI hanyalah alat untuk memajukan persepakbolaan Indonesia. Tinggal tergantung siapa operator atau pelaksananya; baik atau buruk, becus atau goblok, profesional atau tidak profesional. Silakan publik pencinta sepakbola yang menilai siapa nantinya jadi operator terbaik.

Sikap dasar saya soal LSI dan LPI itu sudah saya tegaskan kepada orang-orang LPI dan petinggi PT Liga Indonesia, juga kepada teman-teman wartawan yang mungkin sengaja menggoda atau memang ingin mengejek saya sebagai wartawan pro-LPI.

Adalah fakta Koran Tempo menjadi sponsor LPI. Ini hubungannya dengan kegiatan marketing. Redaksi tak ikut campur. Walau Koran Tempo jadi sponsor LPI, saya tak pernah dipaksa meliput kegiatan LPI. Begitu pula dengan LSI. Bagi saya, kehadiran LPI mendatangkan peluang untuk membuat berita lebih banyak. “Cukup sekali kutegaskan. Aku bukan wartawan LPI atau wartawan LSI. Aku wartawan TEMPO. Uang LPI dibelah tujuh pun tak pernah kuterima,” begitu saya menegaskan kepada beberapa teman wartawan. Penegasan itu pertama kali saya sampaikan di ruang kerja Panitia Pelaksana Pertandingan Arema pada Senin, 16 November 2010, atau empat hari setelah laga amal antara Persema melawan Indo Holland digelar di Stadion Gajayana.

Saya bekerja untuk TEMPO selama hampir 10 tahun. Sedikit-banyak saya tahu bagaimana TEMPO menjaga independensinya. Saya kira, tak hanya di TEMPO, semua media memang harus menjaga otonomi redaksinya, termasuk harus terbebas dari intervensi pihak marketing.

Aremania silakan tak percaya atau ragu-ragu. Aremania berhak memberi nilai positif dan negatif. TEMPO bukanlah media yang 100 persen murni steril dari kelemahan dan kesalahan. TEMPO tidak terlalu suci untuk diagungkan meski masih memiliki reputasi yang bagus hingga sekarang—minimal bagi para penggemarnya.
Saya kagum pada TEMPO, tapi saya menolak menjadi pengagum yang buta karena terlalu fanatik sehingga sulit menerima atau malah tak mau menerima kelemahan TEMPO. Seingat saya, pendiri TEMPO mengajarkan, kebenaran bisa datang dari siapa pun dan dari tempat-tempat yang paling tidak kamu sukai.
Asal nawak-nawak sekalian ketahui juga, gara-gara polemik tentang LSI dan LPI, hubungan antara beberapa teman wartawan di Malang menjadi kurang harmonis dan terkesan berkubu-kubu: pro LSI dan pro LPI. Hubungan tak harmonis ini berdampak cukup buruk pada saya dan banyak teman wartawan yang ingin tetap bekerja profesional dan menjaga independensinya. Saya menyebutnya sebagai wartawan “poros tengah”.

Oleh karena itu, wartawan poros tengah berencana mengadakan sebuah diskusi tentang independensi media dalam liputan sepakbola pada Februari mendatang. Jadwal pastinya sedang dibahas. Doakan ya semoga rencana kami lancar.

Saya cukup hafal sejarah Arema dan Aremania dari awal berdiri sampai sekarang. Hafalan ini tidak hanya saya dapat dari bacaan, tapi juga cerita dan kesaksian para pelaku, terutama pendiri Arema, serta kehadiran saya di stadion dan di luar stadion untuk merekam jejak-jejak Arema dengan segala romantikanya. Sebagian romantika itu saya rekam dalam foto seperti saya muat di album foto di Facebook yang saya beri judul “Salam Satu Jiwa!” Masa kerja saya masih pendek. Sebelum bekerja untuk TEMPO, saya bekerja untuk majalah PANJI Masyarakat dengan tugas pertama di Aceh dan Medan (1999-2000), lalu Jakarta. Karir saya di TEMPO dimulai dari Jember, lalu ke Malang hingga sekarang. Aktivitas lain adalah menjadi Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang dan mengajar di Universitas Muhammadiyah Malang.
Saya sekolah memang untuk jadi wartawan. Saya sangat paham prinsip dan standar jurnalistik yang tak boleh dilanggar seorang wartawan. Saya tidak memaksa, tapi kalau mau adil menilai, silakan lihat arsip-arsip berita saya tentang Arema di www.tempointeraktif.com dengan nama asli saya ABDI PURMONO atau ABDI PURNOMO (nama kedua ini keliru) di mesin fasilitas pencarian berita di pojok kanan atas.

Apabila saya dianggap bersalah karena membuat berita bohong sehingga menimbulkan fitnah atau sengaja merugikan Arema dan Aremania, apalagi saya dituduh membenci Arema, tentu saya takkan menerima semua ajakan pertemanan dari banyak Aremania di Facebook. Hasilnya, saya menerima banyak kritik, protes, cacian, dan ancaman. Namun semua saya terima dengan lapang dada dan semampu mungkin saya menjelaskan masalahnya kepada Aremania yang bertanya. Menyampaikan surat terbuka ini merupakan bentuk tanggung jawab moral saya kepada Aremania.

Dan, alhamdulillah, banyak Aremania yang kini menjadi teman setelah mendapat penjelasan dari saya. Beberapa Aremania memang sudah mengenal saya secara pribadi jadi lebih mudah memahami sikap dan posisi saya sekarang ini. Saya percaya, banyak teman mendatangkan banyak kebaikan.

Jika masih banyak Aremania keberatan, silakan protes ke redaksi dan lapor ke Dewan Pers. Minta Dewan Pers menjadi mediator. Bila perlu Aremania silakan berunjuk rasa di kantor majalah TEMPO jika TEMPO tak melayani pemuatan surat dari Mas Teguh.

Saya juga mencintai Arema tapi kita bisa berbeda cara dan gaya dalam mengekspresikannya; kita boleh tidak saling suka, tapi jangan sampai saling membenci sehingga kita harus bersikap egoistis dan bersikap pokokedengan menolak kebenaran dari orang yang tidak kita suka atau kita benci.
Saya sangat menghargai dan menaruh hormat terhadap Aremania yang memberikan tanggapan. Apabila ada hal-hal yang belum memuaskan dan tidak mengenakkan hati dalam surat terbuka ini, saya meminta maaf lahir dan batin dengan setulus-tulusnya.

Matur sembah nuwun untuk kesediaan Aremania membaca dan memahaminya.
Malang, Minggu, 30 Januari 2011 (pukul 01.15 WIB) Salam Satu Jiwa, Arema!
Demikianlah, laporan investigasi Majalah Tempo menguak borok sepakbola Indonesia berbuntut polemik. Tapi, keberatan lewat mailing list yang juga dikirimkan ke redaksi itu, setidaknya telah mendapat penjelasan super detail dari salah satu awaknya. Semoga, semua pihak bisa bersikap dewasa dalam persoalan ini.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar